Abstrak
Arab Saudi adalah sebuah negara yang berbentuk kerajaan,
yang dipimpin oleh seorang raja dari keluarga Saudi. Islam sebgai agama resmi
dan dasar negara. Undang-Undang Dasar negara adalah Alqur’an dan Sunnah Rasulullah,
dan hukum dasarnya adalah syari’ah. Ada tiga lembaga hukum yang menyelesaikan
masalah-masalah hukum, 1)mahkamah syari’ah; 2)lembaga fatwa, dan 3)lembaga
hisbah. Dengan demikian sistem hukumnya didasarkan atas wahyu dan
ijtihad.
Kata kunci; Alqur’an, Sunnah Rasulullah, ijtihad, mahkama
syari’ah, lembaga fatwa, dan lembaga hisbah
A. Pendahuluan
Secara
histories dikenal bahwa bangsa Arab sebelum Islam mereka hidup dalam
kegelapan moral, yaitu sifat saling membunuh, merebut kekuasaan, dan keangkuhan
kesukuan, atau golongan. Dengan moral yang kurang sosialisitis
seperti itu, maka keberadanaan Islam yang disamapaikan oleh Nabi Muhammad saw,
dengan Alqur’an sebagai wahyu. Tugas utama Nabi Muhammad saw., adalah
menyempurnakan budi pekerti.
Perkembangan Islam yang begitu pesat, yang ditandai
dengan banyaknya pemuka-pemuka Arab mengikuti ajaran yang disampaikan
Nabi Muhammad saw., menjadikan Islam semakin tersebar luas di wailayah
semenanjung Arabiyah.
Perpindahan
Nabi Muhammad saw., ke Madinah sebagai gerakan awal untuk membentuk
suatu Negara yang dijiwai dengan moral Islam dan Alqur’an sebagai
landasan yuridis dan moral menjadi pedoman untuk melaksanakan kegiatan dalam
kemasyarakatan Arab pada waktu itu.
Permasalahan social tertumata persoalan-persoalan yang
menyentuh aspek hukum Alqur’an adalah dasar penggalian hukum. Bahkan jika kasus
hukum itu tidak ada dasarkan hukumnya Nabi Muhammad saw., menunggu wahyu,
seperti kasus kewarisan.
Setelah wafat Nabi Muhammad saw., kekuasaan Islam
berturut-turut dipegang oleh empat sahabat nabi, yaitu Abu Bakar, Umar bin
Khatthab, Usman bin Afwan dan Alibin Abi Tahalib Alqur’an sebagai
undang-undang dasar dan syariah sebagai hukum dasar Demikian juga,
pada masa kerajaan Umayah dan kerajaan Abassiyah Alqur’an, tetap sebagai
Undang-Undang Dasar sedangkan syariah sebagai hukum resmi Negara, jika
persoalan hukum tidak didapatkan dalam ketiga sumber hukum tersebut maka
ditempuh jalan ijtihad. Dasar yang sama juga digunakan oleh
kerajaan-kerjaan Islam setelah runtuhnya kedua kerajaan Islam terebesar
tersebut. Termasuk kerajaan Turki Usmani yang pernah menguasai sepertiga dunia
terutama dunia Islam, sebelum terjadi pembaharuan hukum oleh Kamal Antatur.
Arab Saudi sebagai Negara yang mewilayahi dua kota Suci,
yaitu Mekah dan Madinah, dimana kedua kota ini merupakan pusat
penyebaran Islam. Mekah menjadi kota kelahiran Nabi Muhammad saw., dan tempat
Ka’bah serta selama 13 tahun penyiran Islam yang difukuskan pada persoalan
aqidah dan akhlak. Saedangkan Madinah (kota Nabawi) sebgaai kota wafatnya Nabi
dan ibu kota Negara yang dibangun oleh Nabi, dan di kota Nabawi ini Nabi
menerima wahyu banyak terkaitan persoalan social kemasyarakatan termasuk
persolan hukum, tentunya negara kerajaan Arab Saudi tetap menerapkan hukum
Islam sebagai hukum Negara. Dengan demikian dapatkah dikatakan bahwa Negara
Arab Saudi berdasar hukum Islam. Permasalahan akan dilihat dari dua sudut
yaitu; Bagaimana bentuk negaranya, dan bagaiman sistem hukumnya.
B. Konstitusi Arab Saudi
Islam
sebagai dasar Negara Arab Saudi, Alqur’an dan Sunnah Rasulullah merupakan
Undang-Undang Dasar (the constitution) nagara, dan syari’ah sebagai
hukum dasar yang dilaksanakan oleh mahkamah-mahkamah (pengadilan-pengadilan)
syari’ah. Dengan ulama sebagai hakim dan penasehat-pensehat.
Syari’ah
sebagai hukum dasar yang mencakup konsep-konsep hukum yang terdapat dalam yang
menurut ahli tafsir Alqur’ah berjumlah 155 ayat, (Harun Nasition, 1980)
dan dari al-Sunnah (tradisi-tradisi) Rasulullah yang terkait dengan
hukum, baik berupa pernyataan-pernyataan, tindakan atau perbuatan maupun suatu
perizinan (tanpa disertai dengan suatu perkataan atau perbuatan).
Demikian juga tradisi hukum yang dilakukan oleh para shabat nabi (ijma’a
sahabi) dan penerapan hukum yang digali dari kedua sumber Islam oleh
ulama-ulama, baik yang berada dalam lembaga peradilan maupun lembaga mufti.
Penerapan
hukum Islam didasarkan pada norma-norma hukum yang terdapat dalam wahyu
(Alqur’an dan Sunnah Rasul)), dan hasil ijtihad ulama (hakim dan Mufti).
Walaupun ada pandangan bahwa Arab Saudi bukan Negara Islam, memang dia
mengklaim bahwa sistem hukumnya sistem Islam. Namun, sebatas itu saja sistem
yang yang diterapkan. (http /www.indonesia. faithfreedom.)
Menurut pandangan tersebut, Islam melarang adanya campur
tangan orang kafir dalam Negara. Namun, Arab Saudi merupakan Negara yang
mempersilahkan Amerika Serikat memakai landasan udara (lanud) miliknya.
Selajutnya dikatakan Islam hanya membolehkan ikatan ideology sebagai
pengikat umat, namun nasionalisme Arablah yang mengikat rakyat di Arab Saudi.
Ikatan nasionalisme merupakan ikatan emosional yang terikat tempat, saat, dan
kepentingan. Sementara itu, ikatan ideology merupakan ikatan yang bersumber
dari pemecahan pertanyaan 1) dari mana, 2) mau apa dan bagaimana
serta 3) mau ke mana. Demikian pula menurut pandangan tersebut, tidak ada putra
mahkota dalam Islam. Menurut Islam, kedaulatan di tangan syara’, namun
kekuasaan di tangan umat. Sebgai pemegang kedaulatan, khalifah hanya bertugas
menerapakan Islam atas umat, bukan menjadi penentu standar benar salah seperti
di sistem kerajaan atau parlemen. (http/www.indonesia.faithfreedom.org)
tgl 8 Oktober 2007
Rasulullah saw., tidak pernah menyebut Negara yang
dibangunnya dengan bentuk republik, atau kerajaan dan atau lainnya. Rasulullah
hanya meletakan Islam sebagai dasar Negara, demikian juga, para
penerusnya (Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib), bahkan pengangkatan keempat khalifah dalam bentuk yang berbeda.
Ini menunjukkan bahwa, bentuk satu Negara diserahkan kepada rakyat dan
pemerintahannya.
Alqur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai Undang-Undang
Dasar Negara, itu bukan berarti bahwa tidak ada undang-undang di bawahnya.
Secara hierarki setelah kedua dasar hukum itu dikenal dengan The Basic Law
of Government (hukum dasar pemerintahan) jika di Indonesia dikenal dengan
hukum dasar yaitu batang tubuh UUD 1945.
Hukum Dasar Pemerintahan Arab Saudi yang mengatur sistem
pemerintahan Negara, diataranya ada beberapa pasal disebutkan di bawah ini.
Pasal 17 Basic Law (27-8-1412 H/1-3-1992 M), menetapkan bahwa Pemilikan,
modal, tenaga kerja adalah dasar ekonomi dan kehidupan social Kerajaan. Semuan
ini adalah hak-hak pribadi yang melayani fungsi social yang sesuai dengan
Syari’at Islam. Pasal 18 diktetapakan bahwa Negara akan menjamin kebebasan dan
tak dapat diganggugugatnya kepemilikan pribadi. Kpemilikan pribadi tidak akan
disita kecauli untuk kepentingan umum dan penyitaan akan dikompensasi secara
wajar. Pasal 119 Penyitaan kolektif kepemilikan dilarang. Penyitaan kepemilikan
pribadi hanya akan berlaku sesuai dengan suatu keputusan pengadilan. Pasal 26
Negara akan menyediakan kesempatan kerja kepada semua rakyat yang sanggup dan
akan menetapkan peraturan perundang-undangan untuk melindungi pekerja dan
majikan. Pasal 36 Negara akan menjamin keamanan semua warga Negara dan orang
asing yang hidup dalam tempat tinggalnya. Tidak ada orang yang akan ditahan,
dipenjara, atau tindakan-tindakannya dibatasi kecuali oleh ketentuan-ketentuan
hukum. Pasal 47 Warga Negara dan penduduk asing keduanya mempunyai hak yang
sama terhadap proses peradilan (litigation)
Dengan demikian hierarki perundang-undang Arab Saudi jika
didasarkan pada teori murni Hans Kelsen, maka hukum yang tertinggi adalah
Alqur’an dan Sunnah Rasulullah. Sedangkan Hukum Dasar dan Undang-undang
adalah peringkat kedua dan ketiga. Dekrit Raja merupakan peringkat keempat.
Ketiga jenis pertauran perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada Alqur’an dan Sunnah Rasulullah.
Perumusan hukum dasar, undang-undang dan dekrit Raja
karena didasarkan pada Alqur’an dan Sunnah Rasulullah, maka semua aturan
tersebut dikenal dengan hukum syari’ah. Berdasarkan peringkat hierarki terebut,
maka sumber penggalian hukum Arab Saudi adalah 1) Wahyu (Alqur’an dan Sunnah
Rasulullah), dan 2) ijtihad.
Ijtihad adalah segala kemampuan pemikiran dicurahkan
secara sungguh-sungguh untuk menggali atau menemukan hukum yang tidak
didapatkan pada Alqur’an dan Sunnah Rasulullah. Hukum dasar, dan undang-undang
merupakan hasil ijtihad jama, yaitu keputusan-keputusan hukum yang dibuat atau
ditetapkan oleh lembaga legislatif bersama lembaga eksekutif. Sedangkan dekrit
Raja merupakan hasil ijtihad fardi (individu), sebagai suatu peraturan
perasturan Pemerintah.
C.
Sistem Peradilan
Ada
dua institusi hukum yang mempunyai keweangan dalam menyelesaikan peroalan hukum
yaitu mahkamah syari’ah dan lembaga fatwa. Kedua lembaga ini memiliki
kewenangan yang berbeda. Mahkamah Syari’ah mempunyai kewenangan absulut
dan kewenagan relative. Mahkamah syari’ah memeriksa perkara pidana (jinayah)
perkara perdata (muamalah), dan wilayah juridiksinya terbatas berdasarkan
kompentensi relatifnya.
Dengan pengertian lain peradilan itu menyangkut semua
hak, baik itu hak Allah atau hak manusia. Jadi kedudukan peradilan itu pada
prinsipnya adalah perpaduan di antara memberikan keputusan di kalangan
orang-orang yang bersengketa dan menyampaikan sebagian hak-hak umum bagi
rakyat, dengan memerhatikan persoalan-persoalan warga negara yang
terhalang haknya, baik menyangkut dengan hak-hak keperdataan maupun hak-hak
publik. (bandingkan Sayid Sabiq, 1988: 19-20).
Karena Alqur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai
Undang-Undang Dasar Negara, maka seluruh aspek hukum baik menyangkut dengan
hukum had, kisas maupun hukum takzir dapat diterapkan pada setiap warga yang
melanggara norma-norma hukum tersebut. Bagi warga yang membunuh dengan tanpa
alasan hukum Syari’ah sanksi hukumnya dibunuh, lihat contoh gambar diatas.
Demikian juga pelaku zina, hukumannya dirajam, dan bagi warga yang melaporkan perbuatan zina warga lain tanpa alat bukti saksi empat orang, juga dikenakan sanksi rajam delapan puluh kali dan diasingkan atau diisolasi dari tempat kediamanannya. Hukuman bagi kelompok pengacau keamanan atau pelaku tindakan pidana konisitas, seperti perampokan dengan pembunuhan dikenakan sanksi pidana salib, yaitu suatu hukuman yang bersifat amputasi silang dua oragan tubuh tangan kiri dan kaki kanan.
Demikian juga pelaku zina, hukumannya dirajam, dan bagi warga yang melaporkan perbuatan zina warga lain tanpa alat bukti saksi empat orang, juga dikenakan sanksi rajam delapan puluh kali dan diasingkan atau diisolasi dari tempat kediamanannya. Hukuman bagi kelompok pengacau keamanan atau pelaku tindakan pidana konisitas, seperti perampokan dengan pembunuhan dikenakan sanksi pidana salib, yaitu suatu hukuman yang bersifat amputasi silang dua oragan tubuh tangan kiri dan kaki kanan.
Hukuman-hukuman pidana inilah yang oleh dunia
internasional mengecam Arab Saudi sebagai negara yang tidak melindungi hak-hak
asasi manusia, bahkan dicap sebagai negara yang membelakukan hukum rimba.
Hakim-hakim di mahkamah syari’ah apabila dalam memeriksa
suatu perkara yang tidak ditemukan dasar-dasar hukum dalam Qur’an atau Sunnah
Rasulullah atau basic law of government, maka diberikan
kebebasan untuk berijtihad. ijtihad hakim baik berdasarkan pada keputusan hakim
atas suatu perkara yang sebelumnya dengan sifat dan krakteristik perkara yang
sama, maupun menggunakan hasil pemikiran para ulama hukum Islam klasik.
Bahkan seperti penerapan hukum Islam di dunia Islam lainnya, keputusan
hakim mahkama syari’ah sebagai prseden bagi hakim dalam menghadapi perkara yang
mempunyai sifat dan krakteristik yang sama.
Sedangkan lembaga mufti berfungsi untuk memberikan
keputusan hukum atas suatu persoalan yang menyangkut dengan kemaslahatan umum,
baik menyangkut dengan masalah hak kewargaan negara maupun persoalan politik
baik dalam negeri maupun luar negeri. Keputusan hukum lembaga fatwa
bersifat mengikat untuk bagi seluruh warga negara Arab Saudi. Seperti fatwa
yang mengizinkan Amerika Serikat menggunakan pangkalan udara Arab Saudi untuk
menyerang Irak.
Disamping kedua lembaga tersebut, terdapat juga lembaga hisbah
lembaga ini merupakan lembaga peradilan yang berwenang memeriksa perkara yang
terkait dengan perilaku pasar, seperti penyimpangan timbangan, atau penipuan
dalam transaksi jual beli. Apabila dalam pemeriksaan terhadap
kasus-kasus pelanggaran pasar dan pada tersangka dinyatakan bersalah
dikanakan sanksi, baik sanksi pidana, sanki administrsi maupun sanksi perdata.
Hakim pada
lembaga hisba adalah polisi pengawas pasar yang diberikan tugas utuk
menindak, memeriksa dan memutuskan pelaku pelanggaran di pasar, baik
pelanggaran pidana seperti penipuan ukuran timbangan, pelanggaran perdata
objek jual beli cacat, maupun pelanggaran administrasi seperti salah
menggunakan izin usaha.
D.
Simpulan
Arab
Saudi adalah salah satu negera di Timurr Tengah dalam bentuk kerajaan,
Undang-Undang Dasar negara adalah Alqur’an dan Sunnah Rasulullah, sendang hukum
dasar negara adalah Syari’ah (basic law of government). Dengan
demikian, sistem hukumnya adalah sistem hukum Islam, yaitu bersumber dari
wahyu (Alqur’an dan Sunnah Rasul), dan Ijtihad.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman
Wahid, (2001), Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pasantren, Yogyakarta,
LKiS
Munawir
Sjadzali, (1993), Islam dan Tata Negara (ajaran, sejarah dan
pemikiran), UI Press, Jakarta
Harun
Nasition, (1980), Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Bulan Bintang,
Jakarta.
Sayid Sabiq,
(1988), Fikih Sunnah, Terjemahan Jilid 14, PT. Al Maarif
http /www.indonesia. faithfreedom, tgl 6 Oktober 2007
http/www.indonesia.faithfreedom.org., tgl 8
Oktober 2007
http /www.indonesia.
faithfreedom.org.,
tgl. 16 Nopember 2007